Untuk dapat mewujudkan visi sekolah impian dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “ finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Cooperrider & Whitney, 2005; Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish”kita yaitu visi yang kita impikan.
Kamis, 26 Januari 2023
Memimpin Perubahan Positif : Inkuiri Apresiatif sebagai Paradigma
Untuk dapat mewujudkan visi sekolah impian dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “ finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA). IA dikenal sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis kekuatan. Konsep IA ini pertama kali dikembangkan oleh David Cooperrider (Cooperrider & Whitney, 2005; Noble & McGrath, 2016). Kita akan memakai pendekatan IA sebagai ‘alat olahraga’ untuk kita berlari mencapai garis “finish”kita yaitu visi yang kita impikan.
Peran Guru Penggerak
Diagram identitas gunung es
Pada bagian ini, Bapak/Ibu akan menonton sebuah video pendek berjudul “Diagram Identitas Gunung Es” yang berusaha menggambarkan bagaimana karakter seseorang ditumbuhkan. silakan ditonton
Guru adalah tukang kebun, yang merawat tumbuhnya nilai-nilai kebajikan di dalam diri murid-muridnya. Guru berkesempatan untuk mengembangkan lingkungan yang dapat mempengaruhi identitas murid agar berproses menumbuhkan nilai-nilai kebajikan. Oleh karena itu, guru harus terus mengembangkan diri menjadi teladan nilai-nilai kebajikan dan memanfaatkan ekosistem lingkungan sadar-bawah sadar, fisik-psikis, maupun ekstrinsik-intrinsik untuk menumbuhkan nilai-nilai kebajikan dengan konsisten melalui gotong-royong bersama segenap anggota komunitas di sekolahnya.
Suka atau tidak, di luar kelebihan dan kelemahannya, baik atau tidak karakternya, guru sudah terlanjur dipandang sebagai orang yang dapat diteladani di tengah masyarakat kita. Guru sesungguhnya memiliki kesempatan untuk menjadi teladan bagi muridnya. Kini, pilihannya adalah memanfaatkan kesempatan itu dengan kesadaran penuh atau membiarkannya lewat begitu saja dan tidak melakukan apa-apa. Menjadi teladan harus diupayakan secara sadar.
Lumpkin (2008), menyatakan bahwa guru dengan karakter baik mengajarkan murid mereka tentang bagaimana keputusan dibuat melalui proses pertimbangan moral. Guru ini membantu muridnya memahami nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka sendiri, kemudian mereka mempercayainya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari siapa mereka, hingga kemudian mereka terus menghidupinya. Guru dengan karakter yang baik melestarikan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka.
Berpikir strategis dan menguatkan lingkaran pengaruh
Dalam lingkaran pengaruh, Bapak/Ibu dapat diumpamakan sebagai supir, dimana Bapak/Ibu yang memegang kendali arah kendaraan, serta mengatur kecepatannya. Jadi dalam lingkaran pengaruh, Bapak/Ibu punya “kuasa” dan kepercayaan diri untuk menjalankan inisiatif perubahan pada dimensi: diri, orang lain, institusi, dan lingkungan-masyarakat. Dalam masing-masing dimensi, Bapak/Ibu perlu menguatkan relasi (saling percaya, saling menghormati, saling bebas berekspresi), agar terbukalah komunikasi (dialog, terhubung hati dengan hati), lalu memungkinkan kolaborasi, hingga menghadirkan kontribusi (Lingkaran Ungu pada Gambar 11). Perubahan yang Bapak/Ibu bawakan pasti terjadi di dalam lingkaran pengaruh. Dari waktu ke waktu, seiring dengan makin kuat dan mampu-nya Bapak/Ibu maka lingkaran pengaruh Bapak/Ibu pun makin meluas.
Lingkaran kuning pada Gambar 11, berusaha menggambarkan pada Bapak/Ibu dua lingkaran lain, yaitu lingkaran kepedulian dan lingkaran perhatian. Lingkaran kepedulian itu bagaikan kita di kursi penumpang, tidak punya kuasa langsung atau kuasa cukup untuk menjalankan dan mempengaruhi perubahan. Dalam perumpamaan supir, penumpang dan kendaraan tadi, lingkaran perhatian itu berada di luar kendaraan. Bapak/Ibu masih punya perhatian, tapi sebatas itu saja, perhatian. Contoh misalnya kita gemar memperhatikan berita politik, sepakbola, dan lainnya, namun tidak punya kuasa apa-apa untuk mempengaruhinya langsung. Untuk itu, Bapak/Ibu tidak perlu menghabiskan terlalu banyak energi dan pikiran untuk stress ketika tidak mampu melakukan perubahan di lingkaran kepedulian atau lingkaran perhatian. Nikmati proses menguatkan dan memperluas pengaruh Bapak/Ibu sedikit demi sedikit, orang demi orang. Mulailah dengan menguatkan lingkaran pengaruh dari dimensi diri sendiri.
Gambar 12. Dimensi pada lingkaran pengaruh
Dengan demikian, Bapak/Ibu dapat menempatkan diri untuk berpikir sebagai pemimpin di tataran individu, maupun mengadopsi pemikiran strategis di tataran ekosistem pendidikan, sesuai lingkaran pengaruh Bapak/Ibu, dalam hal ini yang sudah pasti adalah murid di kelas dan rekan lain di sekolah, sehingga mampu memfasilitasi gotong-royong dalam mencari jawaban sebagai penyelaras konteks (context setter), bukan sekedar sebagai penyedia jawaban.
Nilai-nilai Guru Penggerak
- Peristiwa (Facts): paparan objektif berdasarkan pengalaman nyata atas apa yang sejauh ini telah dialami. Contoh pertanyaan: apa kendala yang saya hadapi? apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut? apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut? apakah tindakan tersebut berhasil?
- Perasaan (Feelings): apa yang dirasakan kini setelah mengikuti proses tersebut. Contoh pertanyaan: Apa yang saya rasakan ketika menghadapi kendala tersebut? ketika saya mencoba mengatasi kendala tersebut bagaimana perasaan saya?
- Pembelajaran (Findings): apa hal paling konkrit yang dapat diambil sebagai pembelajaran dan mungkin telah membawa makna baru. Contoh pertanyaan: apa yang saya pelajari dari proses ini? apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini?
- Penerapan ke depan (Future): apa hal yang dapat segera diterapkan baik sebagai individu. Contoh pertanyaan: apa yang bisa saya lakukan ke depannya dari pembelajaran dalam proses ini? pada aspek apa? Model refleksi 5M Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan (2013)).
- Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi
- Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung.
- Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki.
- Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut.
- Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang.
Profil Pelajar Pancasila
Tujuan dari pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Ki Hadjar Dewantara mengemukakan bahwa dalam proses menuntun, diri anak perlu merdeka dalam belajar serta berpikir, dituntun oleh para pendidik agar anak tidak kehilangan arah serta membahayakan dirinya. Semangat agar anak dapat bebas belajar, berpikir, agar dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan berdasarkan kesusilaan manusia ini yang akhirnya menjadi tema besar kebijakan pendidikan Indonesia saat ini, Merdeka Belajar.
Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).
Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil.
Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya yang harus dilihat sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil tersebut menjadi tidak bermakna.
Keenam dimensi itu adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif.
1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia Murid dengan dimensi profil ini berarti murid tersebut mengamalkan nilai-nilai agama dan kepercayaannya sebagai bentuk religiusitasnya, percaya dan menghayati keberadaan Tuhan serta memperdalam ajaran agamanya yang tercermin dalam perilakunya sehari-hari sebagai bentuk penerapan pemahaman terhadap ajaran agamanya. Dalam usahanya memperkuat iman dan ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, murid dengan profil ini juga menghargai segala bentuk ciptaan Nya, baik itu alam tempat ia tinggal, manusia lain, dan yang juga tidak boleh dilupakan, dirinya sendiri. Dengan menghargai hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, orang lain, serta alam, maka seorang murid dapat memenuhi dimensi ini. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
- Akhlak Beragama. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu ataupun memiliki: - Mengenal dan mencintai Tuhan Yang Maha Esa - Pemahaman agama/kepercayaan - Pelaksanaan ajaran agama/kepercayaan
- Akhlak Pribadi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan ataupun memiliki: - Integritas (sebagai bentuk penghormatan terhadap diri sendiri dalam relasi dengan orang lain) - Merawat diri secara fisik, mental, dan spiritual
- Akhlak kepada manusia. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Mengutamakan persamaan dengan orang lain dan menghargai perbedaan - Berempati kepada orang lain
- Akhlak kepada alam. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Menjaga lingkungan - Memahami keterhubungan ekosistem bumi
- Akhlak bernegara. Dalam elemen ini seorang murid mampu menunjukkan: - Melaksanakan hak dan kewajiban sebagai warga negara
2) Berkebinekaan Global Murid dengan dimensi profil ini merupakan seorang murid yang berbudaya, memiliki identitas diri yang matang, mampu menunjukkan dirinya sebagai representasi budaya luhur bangsanya, serta terbuka terhadap keberagaman budaya daerah, nasional, global. Hal ini dapat diwujudkan dengan kemampuan berinteraksi secara positif antar sesama, memiliki kemampuan komunikasi interkultural, serta mampu memaknai pengalamannya di lingkungan majemuk sebagai kesempatan pegembangan dirinya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Berkebinekaan Global:
- Mengenal dan menghargai budaya. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mendalami budaya dan identitas budaya - Mengeksplorasi dan membandingkan pengetahuan budaya, kepercayaan, serta praktiknya - Menumbuhkan rasa menghormati terhadap keanekaragaman budaya
- Komunikasi dan interaksi antar budaya. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Berkomunikasi antar budaya - Mempertimbangkan dan menumbuhkan berbagai perspektif
- Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Melakukan refleksi terhadap pengalaman kebinekaan - Menghilangkan stereotip dan prasangka - Menyelaraskan perbedaan budaya
- Berkeadilan Sosial. Dalam elemen ini seorang murid mampu: - Turut serta aktif, membangun masyarakat yang adil, inklusif dan berkelanjutan - Berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan bersama - Memahami peran individu dalam demokrasi
3) Gotong Royong Seorang murid yang memiliki dimensi Gotong Royong berarti murid tersebut mampu berkolaborasi dengan orang lain dan secara proaktif mengupayakan pencapaian kesejahteraan dan kebahagiaan orang-orang yang ada dalam masyarakatnya. Murid tersebut juga sadar bahwa Ia tidak hidup sendiri, memiliki kesadaran diri sebagai bagian dari kelompok, sehingga perlu ada usaha dari dirinya untuk membantu pencapaian kebahagiaan kelompoknya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Gotong Royong:
- Kolaborasi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan: - Kerjasama - Berkomunikasi untuk mencapai tujuan bersama - Menumbuhkan rasa saling ketergantungan positif (menyadari peran dirinya dan peran orang lain dalam kontribusinya dalam pencapaian tujuan kelompok) - Koordinasi Sosial (melakukan koordinasi demi pencapaian tujuan bersama)
- Kepedulian. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu menunjukkan atau memiliki: - Tanggap terhadap lingkungan - Persepsi sosial (memahami dan menghargai lingkungan sosialnya, untuk memunculkan situasi yang sejalan dengan kesejahteraan lingkungan sosialnya)
- Berbagi. Memberi dan menerima segala hal yang penting bagi kehidupan pribadi dan bersama.
4) Mandiri Seorang murid yang memiliki dimensi mandiri berarti murid tersebut mempunyai prakarsa atas pengembangan diri dan prestasinya dan didasari pada pengenalan kekuatan serta keterbatasan dirinya serta situasi yang dihadapi, dan bertanggung jawab atas proses dan hasilnya. Murid yang memiliki dimensi ini juga mampu mengelola dirinya sendiri (pikiran, perasaan, tindakan) untuk mencapai tujuan pribadinya ataupun tujuan bersama. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Mandiri:
- Pemahaman diri dan situasi. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mengenali kualitas dan minat diri serta tantangan yang dihadapi - Mengembangkan refleksi diri
- Regulasi diri. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Regulasi emosi - Menetapkan tujuan dan rencana strategis pengembangan diri dan prestasi - Memiliki inisiatif bekerja secara mandiri - Mengembangkan kendali dan disiplin diri - Percaya diri, resilien dan adaptif
5) Bernalar Kritis Seorang murid yang memiliki dimensi Bernalar Kritis berarti murid tersebut mampu menggunakan kemampuan nalar dirinya untuk memproses informasi, mengevaluasinya, hingga menghasilkan keputusan yang tepat untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapinya. Murid tersebut mampu menyaring informasi, mengolahnya, mencari keterkaitan berbagai informasi, menganalisa serta membuat kesimpulan berdasarkan informasi tersebut. Dimensi ini juga berarti keterbukaan terhadap berbagai macam perspektif ataupun pembuktian baru (termasuk pada pendapatnya semula yang digugurkan oleh pembuktian baru ini). Keterbukaan ini pun mampu bermanfaat dalam kehidupan murid di masa mendatang karena menumbuhkan murid yang terbuka, mau mengubah pendapatnya, serta menghargai pendapat orang lain. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Bernalar Kritis:
- Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan. Dalam elemen ini berarti seorang murid mampu: - Mengajukan pertanyaan (untuk mengumpulkan data yang akurat) - Mengidentifikasi, mengklarifikasi dan mengolah informasi dan gagasan
- Menganalisa dan mengevaluasi penalaran.
- Merefleksi dan mengevaluasi pemikirannya sendiri.
6) Kreatif Seorang murid yang memiliki dimensi kreatif berarti mampu memodifikasi, menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak untuk mengatasi berbagai persoalan baik untuk dirinya sendiri ataupun untuk lingkungan di sekitarnya. Berikut beberapa elemen dan sub elemen dari dimensi Kreatif:
- Menghasilkan gagasan yang orisinal.
- Menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.
- Memiliki keluwesan berpikir dalam mencari alternatif solusi permasalahan.
Profil Pelajar Pancasila ini juga tidak harus diajarkan dalam mata pelajaran khusus, namun memang harus diajarkan secara eksplisit, juga terintegrasi dalam muatan pembelajaran. Dalam usaha mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, tentunya perlu peran pendidik untuk menuntun anak serta menumbuhkan profil yang dijabarkan. Peran pendidik yang pertama terkait dengan Profil Pelajar Pancasila ini adalah mengenali dan menjalankan profil ini terlebih dahulu.
Ketika seorang pendidik menghidupi profil ini, maka akan lebih mudah bagi murid untuk mengikutinya. Keteladanan seorang guru dalam menjalankan profil ini pasti akan dilihat dan dipelajari oleh para muridnya. Oleh karena itu, Program Guru Penggerak ini ada untuk melengkapi Bapak/Ibu sekalian agar menjadi Guru Penggerak yang berfokus pada pembentukan Profil Pelajar Pancasila.
Manusia Merdeka: Termotivasi dari Dalam (Motivasi Intrinsik)
UU RI No. 20/2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I, Ketentuan Umum Pasal 1, No.1, menyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”
Pernyataan tersebut merupakan penguatan bahwa pendidik harus menuntun segala kekuatan kodrat anak dari dalam. Ryan dan Deci (2000) melalui teori determinasi diri (self-determination theory), mengisyaratkan bahwa pendidik perlu fokus dalam menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang memungkinkan anak menguatkan dan menumbuh-kembangkan motivasi intrinsik mereka. Dalam penerapannya, suasana belajar dan proses pembelajaran yang disediakan harus dapat membuat anak senantiasa: merasa kompeten (mampu, dapat, cakap), merasa saling-terhubung (kebutuhan sosial yang diusahakan oleh individu untuk membangun hubungan dengan sesamanya), dan merasa otonom (mandiri, merdeka).
Jadi, jika kita mengharapkan anak memiliki determinasi atau ketetapan hati, dalam menentukan jalan kodrat mereka, maka anak harus mampu menghayati perasaan akan kompetensi, otonomi, dan relasi mereka dan mengambil makna positifnya. Kata "merasa" menjadi kata yang penting untuk diperhatikan karena menunjukkan bahwa suasana dan proses pembelajaran harus mampu menguatkan anak di tingkat “perasaan” sehingga bersifat pribadi dan mendalam bagi masing-masing anak. Dengan demikian, para pendidik harus mulai dan terus menguatkan dirinya untuk menumbuh-kembangkan motivasi intrinsik.
x